Quantcast
Channel: My Personal Ledger
Viewing all 122 articles
Browse latest View live

Pilpres 2014

$
0
0
Pemilihan umum calon presiden baru saja usai. Proses demokrasi yang diselenggarakan setiap empat tahun sekali ini memuat banyak cerita. Kandidat hanya ada dua. Satu dan dua. Masing-masing partai politik merapat membentuk koalisi untuk memenangkan suara rakyat. Setiap suara mengandung harapan untuk kehidupan yang bahagia. Harapan bangsa itu lah yang tidak mudah diwujudkan oleh seorang pemimpin.


suasana tps


Sosial media membuat semarak kampanye hingga ke level di luar batas. Masing-masing pendukung akan membagikan kebaikan, prestasi, pujian untuk capres jagoannya. Awalnya sih begitu. Lama-lama, berita buruk dan saling menjatuhkan bertebaran dimana-mana sampai membaca judulnya saja sudah malas. Ketika masuk ke facebook misalnya timeline penuh dengan postingan berkaitan dengan capres nomor 1. Masuk ke twitter, pendukung capres nomor 2 yang wara-wiri.  Obrolan politik seputar mana yang lebih baik antara capres no.1 atau no.2 bisa berlangsung dimana saja, dari ruang meeting, rumah makan, hingga saat mengantri busway pun tak lepas dari promosi capres tertentu.
 

Menunggu panggilan panitia tps

Saya berusaha memahami kedua sudut pandang dari masing-masing pemilih. Walaupun sejak awal deklarasi capres saya sudah tahu saya akan memilih siapa. Dari kedua sisi memiliki keunggulan dan kelemahan dalam rekam jejak, program kerja dan visi misi. Namun hati sudah memilih dan tak goyah dengan kampanye lain. Teman saya mempromosikan capres idolanya begitu tahu saya mendukung capres satunya lagi. Gigih betul seperti menawarkan produk MLM. Semakin mendekati hari H pemilihan, kampanye-kampanye hitam semakin menjadi. Sumber berita yang tidak jelas dibagikan dan dikomentari beramai-ramai sementara benar atau tidaknya tidak ada yang tahu. Kadang saya sayangkan orang yang menyebarkan adalah orang yang saya kenal santun dan alim. Rasanya hampir ingin klik tombol unfriend tapi buat apa juga saya memutus silaturahmi hanya karena berbeda pilihan.


Dua adik bungsu saya yang menginjak usia 17 tahun sangat bersemangat menggunakan hak pilihnya. Yang saya bangga dari kedua adik saya, mereka sudah memilih capres sesuai dengan penilaian mereka sendiri. Tidak ada campur tangan dari orang tua siapa yang harus kamu pilih dan tidak termakan oleh kampanye busuk di media.
 

 pose narsis dengan kelingking bertinta :p


Berbeda dengan pileg, partisipasi pilpres meningkat. Saya datang ke TPS sekitar pukul 10.30, masih harus mengantri panjang. Waktu pemilihan caleg kemaren jam yang sama TPS sudah sepi. Kertas suara diberikan terbuka oleh panitia. Daripada suudzon apakah kertas suara cacat atau tidak lebih bagus dilihat dari awal secara terbuka kan. Masing-masing pemilih dipanggil sesuai nama yang tertera di surat undangan. Semoga pemimpin yang saya pilih jika terpilih bisa mengemban amanah seluruh rakyat Indonesia. Kunci kemajuan Indonesia terletak di tangan pemimpin yang jujur dan adil.

Saya kira setelah tanggal 9, kita akan selesai membahas politik. Rupanya tidak, isu penghitungan suara menjadi polemik. Real count vs Quick Count ? Alamak..kapan berakhirnya ini.



[Concert Review] Bon Jovi Live at Jakarta

$
0
0

Jika ada daftar band yang paling ingin saya saksikan secara live,maka nama yang menempati urutan pertama adalah Bon Jovi. Band rock asal New Jersey, Amerika Serikat ini masih tetap eksis di musik dunia meski usia mereka sudah tidak muda lagi.  Sayangnya ketika Bon Jovi pertama kali datang di tahun 1995, saya masih kecil sekali dan belum mengenal mereka. Harapan untuk menonton mereka secara live terus tersimpan, entah mereka manggung di Indonesia ataupun di luar negeri.  Berita Bon Jovi datang di bulan September ke Indonesia membuat saya begitu antusias. Kesedihan tidak bisa menonton Imagine Dragons di Singapura, band alternative rock yang juga saya sukai, sirna karena Bon Jovi. Yes! Yes! Yes!

 
Dengan pertimbangan faktor tinggi badan dan ketahanan fisik, saya memutuskan beli tiket jenis lower tribune. Di hari penjualan perdana tiketnya, saya memantau web kiostix hingga refresh setiap menit. Usaha saya cepat membuahkan hasil. Dua tiket lower tribune right segera didapat. Teman nonton konser saya adalah Kak Indri, yang mengidolakan Bon Jovi sejak dua puluh tahun lalu. 
 
Karena set list dirahasiakan, saya jadi menebak-nebak single mana yang akan dibawakan dari 15 album Bon Jovi. Playlist musik hanya memutar lagu-lagu Bon Jovi, campuran antara hits lama dan album terbarunya, Burning Bridges. Informasi awal tidak ada opening act untuk Bon Jovi, lalu tiba-tiba diumumkan Judika dan Sam Tsui akan membuka konser Bon Jovi. Saya tidak keberatan dengan Judika. Justru turut bangga dengan musisi Indonesia ini tapi sayangnya Judika hanya menyanyikan lagu Indonesia Raya. Saya pun heran kenapa Sam Tsui menjadi opening act dan mungkin banyak penggemar Bon Jovi lainnya mempertanyakan juga. Jujur, saya belum pernah mendengarkan Sam Tsui. Konon ia terkenal dari Youtube. 


Bon Jovi memulai konser pada pukul 20.30. Spontan suasana riuh melihat idola yang cukup lama dinantikan tampil di Indonesia. Dua puluh tahun untuk kembali tampil di Indonesia. Jarak tribune lumayan jauh dari panggung tapi tidak mengurangi kehebohan melihat aksi Bon Jovi di layar. Pesona dan kharisma Jon Bon Jovi masih membuat penonton berteriak histeris. Rambut putih dan keriput dari anggota-anggotanya ,kecuali dua gitaris baru yang lebih muda, tidak membuat performance mereka kalah pamor dengan band-band baru. 


Welcome back Bon Jovi!

Yang paling merinding buat saya saat menyanyikan lagu It’s My Life. Intronya saja sudah buat jejeritan. Sepanjang lagu saya berteriak dan jingkrak-jingkrak. Satu stadion GBK bernyanyi kencang!  Sebagian besar lagu Bon Jovi favorit saya memang lagu yang menghentak dengan lirik yang mudah diingat seperti “Everyday”, “Have a Nice Day”, “Bounce”, “Work for the Working Man”. Lagu-lagu Bon Jovi yang selalu hadir sebagai pelipur lara ketika saya menghadapi hari yang melelahkan atau masalah yang menjengkelkan. Mau lagu lama ataupun lagu baru Bon Jovi tidak masalah. Saya tetap berjoget dan menikmati lagu. Dari total hampir 2 jam, Bon Jovi membawakan kurang lebih 20 lagu. Hanya satu lagu yang saya benar-benar blank, tidak ada clue judulnya. . Sayangnya lagu ballad seperti “Always”, “Bed of Roses” dan “Thank You for Loving Me” tidak dinyanyikan yang bagi saya tidak mengurangi keepikan dari konser Bon Jovi.


OM JON!! *mata lope-lope

Dokumentasi konser saya tidak terlalu banyak. Saya hanya mengeluarkan kamera ketika Bon Jovi menyanyikan lagu yang tidak terlalu saya kenal. Jangan dibandingkan dengan stamina Bon Jovi dua puluh tahun lalu, untuk seumuran mereka masih oke. Gebukan Tico Torres dan aksi individual David Bryan dengan dua keyboard depan belakang patut diacungi jempol. Ketidakhadiran Richie Sambora memang terasa ada yang kurang.. Menonton langsung Bon Jovi bisa mengamati hal-hal kecil dari Jon Bon Jovi secara langsung seperti hidungnya semakin lama semakin merah, mata kirinya akan mengernyit ke atas saat mengambil nada tinggi dan sesekali saya menangkap suaranya Jon agak sengau. Tidak lupa sesekali Jon Bon Jovi mengucapkan kata-kata Indonesia; Apa Kabar, Terima Kasih, Aku cinta Indonesia.

 Bon Jovi Live Concert at Jakarta

Ada yang berpendapat animo konser Bon Jovi masih kalah dengan konser-konser penyanyi remaja, boyband dari negeri ginseng. Eits, jangan salah yang mau nonton Bon Jovi banyak tapi memang tidak menunjukkan antusiasnya di sosial media. Penonton konser Bon Jovi sangat beragam dan lintas generasi. Dari bapak-bapak yang rambutnya putih semua kayak Om Jon , ibu-ibu muda yang mengenakan boots, jaket dan jeans robek-robek, sampai anak-anak muda sepantaran saya. Merchandise Bon Jovi digelar dari pintu masuk area Stadion Gelora Bung Karno. Saya seperti melihat evolusi Bon Jovi dengan berbagai pose dari gambar-gambar kaos tersebut. Sehari sebelum konser saya mencari kaos Bon Jovi di ITC Kuningan dan Mall Ambassador ternyata kaos-kaos Bon Jovi sudah kosong dan tidak ada yang jual dari seminggu lalu. Hanya satu toko yang masih ada stock di Mall Ambassador dengan menunggu pemilik toko datang setelah jam makan siang. Uniknya di konser Bon Jovi, calo tiket bukannya jual tiket malah menawar mau beli tiket konser. Waw!

 Ngantri anti-mainstream. xp

Konser sold out Bon Jovi sempat dikaitkan dengan krisis yang sedang terjadi. Apa itu krisis kalau orang Indonesia mampu beli tiket Bon Jovi, kira-kira begitulah sindirannya. Yang tidak kita ketahui adalah pengorbanan di balik itu yang dilakukan fans Bon Jovi. Who knows? Bisa saja kan fans Bon Jovi telah mempunyai tabungan dari dulu atau mereka harus bekerja lebih keras untuk membayar tiket.

Penampilan Bon Jovi di Jakarta ini konser yang pertama dalam dua tahun belakangan. Bon Jovi terakhir manggung pada Desember 2013 di Brisbane, Australia. Single “We Don’t Run” dari album terbaru Burning Bridges dinyanyikan pertama kali secara live di Jakarta. Spesial sekali bukan konser Bon Jovi di Jakarta. Euforia pasca konser menguasai saya selama dua hari. Walaupun sebagian besar foto blur setidaknya ada satu-dua foto yang memuaskan hati. Ada perasaan bahagia setiap kali mengingat atmosfir konser Bon Jovi yang tak terlupakan. Pengorbanan demi Bon Jovi terasa tidak sia-sia. Worth any price!

Viewing all 122 articles
Browse latest View live